Laman

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Jumat, 05 November 2010

Masjid tertua dijawa



Masjid Agung Demak

Awal Pembangunan Masjid Demak

Menurut Babad Demak tulisan Atmo darminto, tahun 1477 M / 1399 S dengan candra sengkala ‘Kori/Lawang Trus Gunaning Janmi’, tahun ini merupakan tahun pembuatan Masjid Agung Demak. Pendapat itu benar karena pada saat itu Adipati Anom Fattah membuat masjid kadipaten yang ukurannya lebih luas dari Masjid Glagahwangi agar daya tampung jamaah mencukupi. Masjid kadipaten rencananya didirikan di sawah Mendung Mangunjiwan mengingat lokasi pesantren di Mangunjiwan.

Sunan Kalijaga ditugaskan menjadi Arsitek masjid kadipaten agar proses pembangunannya berjalan dengan baik. Sebagai acuan para tukang membuat masjid yang sebenarnya maka Sunan Kalijaga membuat maket masjid kadipaten. Kemudian rencana pembangunan masjid yang disawah mendung dipindahkan ketempat yang sekarang di dekat alun-alun Demak, hal ini karena kemungkinan sebagai berikut :
- Daerah sawah Mendung Mangunjiwan kurang tinggi dan rawan banjir
- Tempat penggantinya diusulkan oleh Raden Fattah ditempat beliau menemukan serumpun glagah berbau wangi sebagai tetenger (monumental). Tempat pengimaman tepat sesuai letak ditemukannya serumpun Glagahwangi.

Pembangunan masjid kadipaten ini sempat terhenti pada saat Raden Fattah yang telah menjabat sebagai Adipati Bintoro, mendengar jatuhnya kerajaan Majapahit atas penyerangan Raja Kediri Prabu Ranawijaya Girindrawardhana serta kabar hilangnya ayahanda Prabu Brawijaya V yang tidak diketahui nasibnya. Tanpa fakir panjang Raden Fattah mempersiapkan diri menyusun kekuatan yang ada untuk menyerang Majapahit yang berakhir dengan kekalahan Pasukan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngudung, walaupun benar-benar merepotkan kekuatan Majapahit.


Melanjutkan Pembangunan Masjid Kadipaten Demak

Raden Fattah dan Para Wali melanjutkan pembangunan Masjid Agung Kadipaten Bontoroyang telah dimulai pada tahun 1477 M dan selesai pada tahun 1479 M / 1401 S, dengan ditandai Sengkala memet / gambar dengan bentuk Bulus. Kerata basa ‘Bulus’ yaitu ‘Yen mlebu kudu Alus’ artinya, siapapun yang masuk ke masjid untuk beribadah, harus halus lahir batinnya, tawadlu’ (merendahkan diri dihadapan Allah SWT). Juga mengandung makna bahwa Raden Fattah sedang prihatin/ memet/ mumet karena kerajaan ayahnya direbut Girindrawardhana dan gagal merebut kembali bahkan Sunan Ngudung gugur. Kemudian sesuai saran wali, diharapkan melanjutkan membangun masjid terlebih dahulu sambil melihat situasi dan kondisi. Ini mirip beladiri bulus yang menyembunyikan kepalanya bila dalam keadaan genting sambil melihat saat yang tepat untuk menyerang musuh. Namun Raden Fattah mengajukan syarat Mustaka Masjid yang akan dibuat nanti bentuknya runcing mirip angka 1(satu) Arab/ahad. Persyaratan itu sebagai lambing kejantanan bahwa Demak berani menghadapi pasukan Majapahit yang dikuasai Girindrawardhana. Juga mengandung pelajaran Tauhid bahwa Tuhan Allah itu Maha Esa.

Satu contoh kerukunan dan keikhlasan yang perlu ditauladani pada saat pembangunan Masjid Agung Demak adalah para Wali sampai kawula alit (rakyat kecil) terlihat ikut mengeluarkan jariyah berupa tenaga, pikiran dan materi sampai pembangunan Masjid Agung Demak selesai.

0 comments:


web site counter