Imam Jawad Sang Dermawan Ahlul Bait
Imam Mohammad bin Ali dalam usianya yang relatif singkat meninggalkan ilmu, hikmah dan makrifat yang tinggi bagi umat Islam. Beliau dengan tekun menyebarkan ajaran suci Islam dan ilmu-ilmu Ahlul Bait serta mendidik murid-murid yang kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia. Karena sifatnya yang dermawan maka beliau dikenal dengan julukan al-Jawad artinya sangat pemurah dan dermawan. Kasih sayang beliau bak angin sepoi-sepoi yang menyegarkan jiwa-jiwa letih. Sifat dermawan Imam Jawad menggembirakan mereka yang membutuhkan. Imam Jawad putra Imam Ali bin Musa ar-Ridha lahir di kota suci Madinah tahun 195 Hijriah. Imam Ridha saat kelahiran putra tercintanya berkata,"Saya telah memiliki seorang putra seperti Nabi Musa sang pemecah lautan keilmuan dan Isa yang memiliki ibu yang suci." Setelah sang ayah mereguk cawan syahadah, Imam Jawad menggantikan posisi Imam Ridha as dan memegang tampuk Imamah selama 17 tahun. Dengan tekun dan tak kenal lelah, beliau menyebarkan ajaran murni Islam di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan singkat Imam Jawad berbarengan dengan dua khalifah Bani Abbasiyyah, Ma'mun dan Mu'tasim. Saat itu, kota Madinah merupakan pusat keilmuan Islam. Baik saat berada di Madinah maupun ketika menunaikan ibadah haji, Imam Jawad giat menyebarkan ajaran Islam. Selain menyebarkan ajaran Islam, Imam Jawad juga aktif terjun ke dunia politik, sosial serta mengkritik kinerja pemerintah. Sikap Imam Jawad ini disebabkan beliau menyaksikan pemerintahan yang fasid dan rusak. Pemerintah yang berkuasa saat itu telah melupakan sunah dan tuntunan Rasulullah. Di sisi lain, Imam menyaksikan maraknya kemiskinan dan ketidakadilan membuat masyarakat kian jauh dari ajaran Islam. Kewibawaan dan popularitas Imam Jawad di tengah masyarakat membuat Ma'mun takut, oleh karena itu ia menempatkan Imam di pusat pemerintahannya di Baghdad, Irak. Hal ini dilakukan Ma'mun untuk lebih leluasa mengawasi gerak-gerik Imam Jawad, namun tak lama kemudian Imam kembali ke Madinah. Kamaluddin Syafii, salah satu ulama Sunni terkait Imam Jawad mengatakan, Imam Jawad as memiliki kedudukan yang tinggi. Namanya sering diperbincangkan orang-orang. Sikap lapang dada dan pandangan luas serta retorika manis beliau menarik simpati semua orang. Setiap orang yang bertemu dengannya tanpa disadari pasti memuji beliau. Mereka pun akan mendapat berkah dari keluasan ilmu beliau. Di usianya yang singkat, Imam Jawad adalah sosok terpandai di zamannya. Masyarakat awam, khususnya pecinta ilmu saling berlomba menimba pengetahuan dari beliau. Ketika menjelaskan urgensitas ilmu beliau mengatakan,"Tuntutlah ilmu karena pengetahuan sangat penting bagi setiap orang. Berdiskusi soal ilmu dan menganalisanya adalah hal positif. Ilmu mempererat hubungan sesama teman dan saudara serta tanda kemurahan hati dan sifat ksatria. Ilmu adalah oleh-oleh setiap majlis kelimuan dan kawan bagi manusia ketika bepergian atau sendiri." Mohammad bin Masud Ayashi, mufassir dan ulama mengatakan," Suatu hari di era pemerintahan Mu'tasim khalifah bani Abbas, tentara berhasil menangkap pencuri dan perampok. Penjahat ini menganggu perjalanan para musafir dan rombongan haji. Pejabat Mu'tasim bertanya kepada khalifah hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada para penjahat. Mu'tasim langsung menggelar pertemuan untuk membahas hal ini serta mengundang para ulama. Khalifah juga meminta Imam Jawad hadir dalam pertemuan ini. Mu'tasim mengira Imam Jawad akan menjadi bahan tertawaan para ulama mengingat usia beliau yang masih muda. Mu'tasim juga berniat mempermalukan Imam Jawad dan meragukan kelimuan beliau. Imam Jawad hadir ke pertemuan itu dan para ulama dengan bersandar pada ayat al-Qur'an mengeluarkan keputusan hukuman mati bagi para pencuri." Imam Jawad dalam pertemuan tersebut lebih banyak diam, namun ketika menyaksikan kesalahan para ulama dalam memberikan keputusan beliau langsung berkata," Kalian salah dalam berargumentasi. Semua dimensi harus kalian perhatikan." Saat itulah, Imam Jawad menjelaskan ayat tersebut secara ilmiah dan dengan sederhana. Selanjutnya Imam membahas berbagai bentuk kejahatan dan hukuman bagi setiap kejahatan dijelaskan secara detail. Pembicaraan Imam yang rasional ini diterima oleh seluruh hadirin. Mu'tasim setelah menyaksikan hadirin menerima pendapat Imam terpaksa menerima ucapan beliau. Di sinilah ketinggian ilmu Ahlul Bait menjadi jelas bagi setiap orang. Dengan demikian Imam Jawad berhasil mencegah hukum yang tidak adil. Imam Jawad selama masa keimamahannya menghadapi berbagai kesulitan, khususnya di saat Mu'tasim menjabat khalifah. Di era kepemimpinan Mu'tasim inilah Imam terpaksa meninggalkan Madinah dan tinggal di Baghdad. Untuk berhubungan dengan pengikut Syiah, Imam membentuk perwakilan-perwakilan di seluruh wilayah Bani Abbas. Beliau mengizinkan pengikutnya untuk menjabat kekuasaan di pemerintahan Bani Abbasiah dengan tujuan membantu pengikut Syiah lainnya. Salah satunya adalah ketua pengadilan kota Kufah. Langkah Imam Jawad membentuk kekuatan politik ini sepenuhnya rahasia. Beliau bahkan terkadang tidak membeberkan perincian strateginya kepada keluarga atau sahabat terdekat. Contohnya, suatu hari Imam menulis surat kepada Ibrahim bin Mohammad dan mengatakan, selama Yahya bin Imran masih hidup, jangan kamu buka surat ini. Yahya bin Imran adalah wakil Imam Jawad di salah satu daerah. Setelah beberapa tahun, ketika Yahya bin Imran wafat, Ibrahim membuka surat tersebut. Dalam surat itu, Imam menulis, tanggung jawab Yahya selanjutnya ada di pundak kamu. Hal ini menunjukkan strategi jangka panjang Imam saat itu. Selama hidupnya yang singkat, Imam Jawad tetap menjaga interaksinya dengan warga meski dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Memberi bantuan kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan adalah salah satu interaksi Imam dengan warga. Sikap Imam ini menunjukkan kedermawanan serta keagungan Ahlul Bait as. Kedermawanan Imam ini telah dipupuk semenjak kecil oleh ayah beliau. Ketika Imam Ridha as berada di Marv, beliau menulis surat kepada anaknya, Imam Jawad as yang saat itu masih kecil. Beliau berkata, Saya bersumpah, keluarlah kamu dari pintu besar dan bawalah uang untuk membantu fakir miskin. Imam Jawad ketika menjawab surat ayahnya berkata, harta dan nyawa adalah pemberian Allah serta amanat di pundak kita. Jika saya mendapat anugerah nikmat tersebut maka saya berbahagia dan jika orang lain dapat menikmatinya juga maka kita akan mendapat pahala. Suatu hari, seorang laki-laki menghadap Imam Jawad dalam kondisi gembira. Imam menanyakan sebab kegembiraannya. Ia berkata, saya hari ini mampu memenuhi kebutuhan sepuluh orang, oleh karena itu saya bergembira. Imam Jawad berkata, kamu pantas untuk bergembira hari ini dengan syarat kebaikanmu jangan sampai kamu rusak. Allah swt dalam Surat al-Baqarah ayat 264 berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." Dua tahun terakhir usia Imam Jawad merupakan saat-saat yang paling sulit, karena strategi Mu'tasim tidak seperti Ma'mun. Mu'tasim secara terang-terangan memusuhi Ahlul Bait. Keagungan dan popularitas Imam Jawad di tengah rakyat membuat Mu'tasim gusar. Khususnya ketika rakyat kian mencintai Imam Jawad. Mu'tasim yang melihat Imam kian popular dan menganggapnya sebagai batu sandungan dalam pemerintahannya yang zalim bertekad menyingkirkan beliau. Rencana busuk Mu'tasim ini akhirnya dilaksanakan juga pada tahun 220 hijriah. Dengan demikian Imam Jawad mereguk cawan syahadah di usia 25 tahun, usia yang masih sangat muda. |
0 comments:
Posting Komentar