Laman

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Senin, 07 Februari 2011

Sejarah akan selalu berulang

Sejarah Berulang; 1979 di Iran dan 2011 di Mesir Hari-hari ini sikap para pejabat Amerika dalam menghadapi kebangkitan rakyat Mesir dan Tunisia mengingatkan perilaku mereka terhadap Revolusi Islam rakyat Iran pada tahun 1979. Tepat 32 tahun yang lalu hari-hari ini para pejabat AS kelabakan mengikuti perkembangan Iran. Pada saat-saat itu, langkah terakhir yang dapat dilakukan adalah pertama menyelamatkan Shah Pahlevi dan menyerahkan pemerintahan kepada tokoh boneka mereka. Hari-hari ini, situasi Tunisia dan Mesir sama seperti Iran. Pasca dukungan mutlak Amerika atas para penguasa diktator dan korup, tiba-tiba mengumumkan bahwa pemerintah harus melakukan reformasi dan perubahan. Lebih menarik lagi, segala bentuk reformasi yang diusulkan tidak memuaskan rakyat dan pada akhirnya mereka terpaksa memikirkan opsi yang diinginkan, bahkan para jenderal ditugaskan untuk melakukan kudeta. Sekalipun dalam Revolusi Islam para pejabat Amerika lebih terkesan berhati-hati, namun secara umum perilaku mereka tidak berbeda. Noam Chomsky, kritikus Amerika mengatakan, "Ketika Amerika melihat para diktator yang dekat dengan AS bakal lengser, maka kebijakan seperti biasanya yang akan diambil. Ketika kekuasaan diambil dari pribadi-pribadi seperti ini dan militer tidak mampu menguasai situasi, tiba-tiba AS berubah dan mengambil sikap 180 derajat." Menurutnya, dalam kondisi yang semacam ini AS biasanya mengklaim sejak awal berada bersama rakyat. Dengan cara ini, mereka dapat mengembalikan kekuasaan lama dengan wajah baru. Kebijakan seperti ini terkadang berhasil atau tidak tergantung pada kondisi di lapangan. Stabilitas politik dan perlindungan kepentingan AS dan Israel, ekspor minyak dan mencegah pengaruh komunis Uni Soviet merupakan variabel yang menentukan strategi hubungan Amerika dengan Iran. Selain masalah minyak dan pengaruh komunis, seluruh faktor yang ada sama antara Iran dan Mesir. Artinya, prioritas utama AS di Timur Tengah sebenarnya bukan masalah demokrasi, tapi yang terpenting bagi AS adalah stabilitas negara-negara demi membantu terealisasinya kepentingan AS. Di Iran, Amerika berusaha mengorganisir kudeta 19 Agustus 1953 guna menghentikan proses demokrasi di negara ini, sementara di Mesir, tidak pernah ada tekanan dari pihak AS kepada pemerintah untuk menerapkan kebebasan politik dan reformasi demokrasi. Oleh karenanya, rezim Mohammad Reza Pahlevi dan Hosni Mubarak dengan tenang menumpas gerakan rakyat yang menuntut diberlakukannya demokrasi di negara ini dan melanggar HAM. Hal ini dilakukan dengan satu kepastian dari AS bahwa hubungan mereka dengan Washington tidak akan bermasalah. Satu poin lagi yang patut diperhatikan adalah standar ganda Amerika terkait HAM dan demokrasi di Timur Tengah. Nilai-nilai HAM dan demokrasi berada di bawah upaya melindungi stabilitas dan kepentingan AS di kancah internasional. Iran di masa Shah dan periode saat ini Mesir merupakan dua contoh dari kebijakan standar ganda ini. Departemen Luar Negeri dan Dinas Rahasia Amerika juga tampaknya terkejut atas peristiwa yang terjadi di Mesir yang memiliki kesamaan dengan Iran. Sebelumnya mereka beranggapan bahwa pemerintah Hosni Mubarak cukup kuat. Ini pandangan yang sama terkait kekuasaan Shah Pahlevi. Ketika rakyat Iran di tahun 1979 mulai bangkit, Deplu AS dan CIA kebingungan hebat. Pada awalnya mereka melihat instabilitas yang terjadi hanya sementara dan berpikiran bahwa Shah dapat mengembalikan kondisi ke situasi semula dan melakukan reformasi politik. Namun cepatnya perubahan yang terjadi membuat Amerika segera berusaha mencari solusinya. Pada awalnya mereka berusaha memperkuat Shah dan lewat sejumlah reformasi politik dan mengganti sejumlah pejabat dengan harapan situasi lebih tenang. Di sini, kebijakan yang diambil terhadap para oposisi yang moderat dilakukan lebih ringan, tapi sebaliknya, bersikap keras terhadap mereka yang ekstrim. Faktanya, sekalipun AS berusaha dengan segala macam cara untuk menstabilkan dan memperluas kekuasannya di kawasan Timur Tengah, tapi transformasi terbaru di Tunisia, Mesir, Yordania, Yaman dan bahkan Arab Saudi menunjukkan kondisi telah keluar dari kontrol Amerika. (IRIB/SL/MF)

0 comments:


web site counter