Ku ingin mengukir mata dengan penaku yg terbuka,
kuharap dari_Mu Sang sumber mata
dari pulau hijau, atau bermuda...
Agar penaku tak jadi pusaka.
Karena kuingin ia jemput paduka,
walau sembahan ini,tak sebekas kaki paduka.
Oh... Maula junjunganku...
Mungkinkah kugapai derajat debu dan pasir ?
Yang diatasnya tapak kakimu kau ukir.
Atau bebatuan yang diatasnya engkau meloncat,
atau bambu titian yg diatasnya engkau melintas.
Oh.... Maula junjunganku...
Berapa luas padang, berapa jumlah batu dan ruas titian
Yang harus kau lewati ,yang harus kau loncati,dan kau titi ?
Aku selalu bertanya, manakah ruas akhir titian,
yang tergeletak pasrah dan tengadah,
dihadapan kaki mubarokmu.
Dan disini...didada ini,
diantara tetesan mata air...
Dicelah-celah langit malam....
Didepan empat belas pintu suci.
Dan didalam besutan pena terbuka ini,
aku berharap padamu,
agar kau jadikan aku salah satu dari ruas-ruas bambu titianmu.
Oh... Maula jumjunganku...
Maafkanlah aku ,kalau harapan itu tak bijak dan terlalu lancang,
untuk sahaya tak tahu diri ini.
Akhirnya....bagiku akan puas dan lega bernafas,
jika aku tak jadi duri dalam jalanmu.
0 comments:
Posting Komentar